Hambatan komunikasi terapeutik
1. Hambatan dari Proses Komunikasi
•Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang
akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau
pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau
situasi emosional sehingga mempengaruhi motivasi,
yaitu mendorong seseorang untuk bertindak sesuai
dengan keinginan, kebutuham atau kepentingan. Banyak
pihak yang bermaksud untuk membantu program
rekonstruksi. Namun, tidak semua pihak tersebut
tanpa maksud dan tujuan tertentu. Ada kepentingan
yang berbeda-beda dalam keterlibatan banyak pihak di
dalam proses ini. Banyak ‘bendera’ yang dikibarkan
dalam membantu proses ini, ada yang berasal dari
partai, lembaga non profit/LSM baik dari dalam
maupun luar negeri, golongan agama dan lain-lin.
Misalnya: keterlibatan dalam proses rekontsruksi
karena ingin mendapat dukungan dalam proses
pemilihan kepala daerah.
•Hambatan dalam penyandian/simbol
Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan
tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu,
simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan
penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan
terlalu sulit.
•Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam
penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara
radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat
mendengarkan pesan. Pada situasi pasca gempa
tersebut jaringan listrik dan telekomunikasi terputus
sehingga untuk menyampaikan dan menyalurkan pesan
baik dari para korban kepada pemerintah/tim
rekonstruksi maupun sebaliknya.
•Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi
dalam menafsirkan sandi oleh si penerima
•Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya
perhatian pada saat menerima / mendengarkan pesan,
sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak
mencari informasi lebih lanjut.
•Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang
diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan
tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu
atau tidak jelas dan sebagainya.
2. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang
efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain,
misalnya: a) gangguan kesehatan karena banyak
masyarakat menjadi korban baik luka berat maupun ringan
akibat tertimpa reruntuhan serta kondisi mereka yang
masih berada di tenda-tenda darurat sehingga keadaan
fisik mereka tidak terjamin, b) sehubungan dengan
teputusnya jaringan listrik dan telekomunikasi pasca
gempa di beberapa wilayah di DIY-Jateng menyebabkan
komunikasi terganggu
3. Hambatan Semantik.
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadangkadang
mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas
atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima,
dengan kata lain bahasa yang digunakan berbeda.
4. Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang
mengganggu komunikasi. Dalam musibah ini komunikan
masih trauma dengan musibah yang menimpa mereka.
Bencana yang yang telah mengambil keluarga dan harta
benda mereka menimbulkan dampa traumatik yang sangat
tinggi sehingga pada saat diajak untuk berkomunikasi
menjadi ‘tidak nyambung’ bahkan ketidakmampuan mereka
dalam menghadapi bencana ini menimbulkan stress yang
berkepanjangan. Faktor psikis komunikan ini yang
membuat proses rekonstruksi menjadi sulit.
Selain itu faktor Prasangka: merupakan penilaian yang
sejak awal sudah tertanam dalam diri komunikan terhadap
komunikator. Biasanya prasangka ini terlalu besar dan
negatif, sehingga menjadi hambatan paling berat dalam
komunikasi. Dalam keadaan membutuhkan akan bantuan
baik berupa tenda, obat-obatan dan lain sebagainya,
korban gempa terkadang mempunyai prasangka yang
negatif terhadap pihak-pihak yang akan membantu karena
adanya orang-orang yang tidak mereka kenal masuk ke
wilayah mereka. Sehingga muncul dalam pikiran mereka
untuk berhati-berhati terlebih dahulu terhadap orangorang
asing/dari luar daerahnya. Misalnya: pada saat
situasi pasca gempa ini banyak terjadi tindak pencurian,
perampokan dan lain-lain yang mersahkan masyarakat.
Banyak orang yang tidak merkea kenal keluar masuk
daerah merekea tanpa alasan jelas. Untuk itu masyarakat
menjadi berhati-hati.